Arti Ghosting. Apakah Wajar, dan Bagaimana Cara Menghadapinya?
![]() |
| Arti Ghosting | Pixabay |
Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak kosakata baru yang cukup sering digunakan netizen di sosial media, seperti Instagram, TikTok, hingga Twitter, dimana beberapa kosakata baru tersebut berasal dari serapan bahasa asing.
Salah satu yang cukup populer adalah ghosting. Istilah ini bukan hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di negara lainnya, termasuk di Eropa, Amerika, dan lainnya. Artinya, ghosting merupakan istilah anak muda yang sudah mendunia.
Arti Ghosting dan Cara Melakukannya
Ghosting sendiri diambil dari kata ‘gosh’ yang berarti hantu. Namun bukan ‘dihantui’, istilah ini merujuk kepada seseorang yang meninggalkan pacar, atau gebetannya tanpa kejelasan apapun. Dia tiba-tiba menghilang tanpa kabar berita.
Istilah ini memanfaatkan sifat hantu yang bisa muncul dan menghilang tanpa bekas. Ghosting sendiri bisa dibilang sebagai tindakan yang lebih ekstrim dari istilah percintaan lainnya, yakni ‘mundur teratur’.
Di zaman sekarang, ghosting dianggap sebagai cara termudah untuk mengakhiri hubungan, tanpa harus capek-capek menjelaskan, atau melakukan tarik-ulur negosiasi karena pasangan yang enggan untuk mengakhiri hubungannya.
Cukup dengan menghentikan komunikasi secara langsung, baik dengan cara meng-unfollow atau memblokir seluruh akses sosial media, mengganti nomor telepon, dan lainnya, maka hubungan sudah dianggap sudah berakhir.
Apakah Ghosting Tindakan yang Wajar?
Tentu saja ini bukan kondisi ideal dan lebih mengarah kepada tindakan negatif. Orang yang melakukan ghosting bahkan dianggap sebagai seorang pengecut yang tidak mau menghadapi masalah dengan memilih lari dari masalah tersebut.
Meskipun begitu, dalam beberapa kondisi ghosting bisa dibenarkan. Berikut beberapa kondisi yang membuat ghosting dianggap tindakan wajar.
Terdapat ancaman keselamatan, baik kekerasan fisik atau verbal saat kamu memutuskan untuk berbicara tentang rencana mengakhiri hubungan.
Kamu dan pasangan belum pernah berjumpa langsung. Ini lazim terjadi pada mereka yang melakukan blind date atau kencan buta.
Kamu dan calon pasangan mengalami kencan pertama yang kurang mulus, bahkan kencan pertama terasa seperti bencana.
Pasangan atau calon pasangan mengirimkan foto atau sesuatu yang tidak pantas, atau kiriman yang melukaimu (secara psikis maupun fisik).
Respons buruk dari pasangan, seperti mengancam akan menyakiti diri sendiri, orang lain, bahkan ancaman bunuh diri.
Dengan kata lain, ghosting dianggap wajar, bahkan disarankan jika alasannya demi keselamatan. Ini umumnya terjadi saat kamu terjebak dalam toxic relationship, atau ketika menghadapi orang dengan kepribadian buruk.
Bagaimana Jika Jadi Korban Ghosting?
Jadi korban ghosting memang tidak menyenangkan. Namun jika masalah ini ternyata menimpa kamu, jangan larut dalam kesedihan, sebaiknya lakukan beberapa hal berikut ini agar kejadian di-ghosting kamu membawa efek positif.
Lakukan evaluasi diri, apakah kamu termasuk orang yang akan bereaksi negatif saat pasangan akan mengakhiri hubungan?
Jika iya, segera lakukan perbaikan. Jika tidak, percayalah di masa depan nanti mungkin akan ada orang yang melakukan hal yang sama kepadamu.
Jika kamu merasa tidak akan bereaksi negatif, maka yakinkan jika ini merupakan yang terbaik, terutama untuk masa depanmu.
Kamu bahkan boleh bersuka cita karena sekarang tahu kalau dia hanya pengecut yang lebih memilih lari dari masalah, ketimbang menghadapinya.
Yang terpenting, jadikan momen di-ghosting ini sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas diri. Buktikan kepadanya kalau kamu bisa bangkit, dan kamu bisa sukses meski tanpa ada dia di sisimu. Semoga bermanfaat.
